Penuhi Syarat Delisting, SRIL Siap-siap Ditendang dari BEI, Utangnya Saja Segunung Gini

PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL)
Chart PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) (EduFulus/GWK)
Jangan Lupa Bagikan!

The Path To Financial Freedom, EduFulus.com – Setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) berpotensi untuk dikeluarkan atau ditendang dari Bursa Efek Indonesia (BEI) karena memenuhi syarat delisting.

Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyatakan bahwa suspensi efek SRIL telah dilakukan di seluruh pasar sejak 18 Mei 2024 hingga saat ini.

Penangguhan perdagangan tersebut disebabkan oleh penundaan pembayaran pokok dan bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-16 oleh manajemen Sritex.

SIMAK JUGA: SRIL Resmi Pailit, Nasib…Nasib…Amblas 39,89% (8,1 M Lembar) Saham Masyarakat Nggak Balik

“SRIL telah memenuhi kriteria untuk delisting karena suspensi efeknya telah berlangsung selama 42 bulan,” jelas Nyoman.

Menurut ketentuan III.1 Peraturan Bursa I-N, delisting suatu saham dapat terjadi karena dua hal: Pertama, emiten mengalami kondisi yang berdampak negatif signifikan terhadap kelangsungan usaha. Kedua, saham perusahaan telah mengalami suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai atau di seluruh pasar, selama minimal 24 bulan terakhir.

Nyoman juga menambahkan bahwa pihaknya telah mengingatkan manajemen SRIL untuk memberikan informasi terbuka kepada publik mengenai langkah dan rencana SRIL terkait putusan pailit tersebut.

Suspensi di Semua Jenis Pasar

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali melakukan suspensi terhadap saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau lebih dikenal sebagai Sritex pada Senin, 29 Oktober 2024.

Setelah hampir 42 bulan disuspensi akibat gagal bayar utang, BEI menegaskan kembali suspensi tersebut di semua jenis pasar karena perusahaan tekstil ini telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada Kamis, 24 Oktober 2024.

Akibat suspensi, perdagangan saham Sritex tidak dapat dilakukan. Berdasarkan data perdagangan dari RTI, Sritex memiliki 20,4 miliar lembar saham yang dibagi menjadi beberapa porsi. Porsi terbesar dimiliki oleh PT Huddleston Indonesia dengan 12,07 miliar lembar, setara dengan 59,03% atau Rp 1,76 triliun, berdasarkan nilai saham saat ini di Rp 146 per lembar.

Selain itu, publik memegang 8,15 miliar lembar saham atau sekitar Rp 1,19 triliun, yang mencakup 39,89% dari total saham perusahaan.

Manajemen perusahaan juga memiliki saham, di antaranya Komisaris Utama Iwan Setiawan Lukminto yang memiliki 109.116.884 lembar (0,53% dari total) dan Direktur Utama Iwan Kurniawan Lukminto dengan 107.636.884 lembar (0,52%).

Keluarga Lukminto juga memiliki saham dengan porsi lebih kecil, seperti Vonny Imelda Lukminto dengan 1.776.000 lembar (0,01%) dan Margaret serta Lenny Imelda Lukminto masing-masing memiliki 1.036.000 lembar (0,01%).

Rincian Utang SRIL

Dalam laporan keuangan untuk Semester I-2024, Sritex mencatat total utang jangka panjang kepada berbagai bank mencapai US$809,9 juta, setara dengan Rp12,75 triliun (berdasarkan kurs saat ini).

Secara rinci, terdapat 28 bank yang menjadi kreditur utang jangka panjang Sritex. Bank Central Asia Tbk (BBCA) merupakan kreditur terbesar, dengan total utang sebesar US$71,30 juta (Rp1,12 triliun).

Di posisi kedua terdapat State Bank of India, Singapore Branch dengan utang sebesar US$43,88 juta (Rp690,7 miliar), diikuti oleh Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW) di posisi ketiga dengan utang sebesar US$36,93 juta (Rp581,3 miliar).

Berikut total utang Sritex per Juni 2024

  1. Bank Central Asia Tbk (BBCA) : US$71,30 juta (Rp1,12 triliun).
  2. State Bank of India, Singapore Branch sebesar US$43,88 juta (Rp690,7 miliar)
  3. Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW) : US$36,93 juta (Rp581,3 miliar)
  4. Citibank N.A., Indonesia : US$35,82 juta (Rp564,06 miliar).
  5. Bank Mizuho Indonesia : US$33,70 juta (Rp530,7 miliar).
  6. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) : US$33,27 juta (Rp523,8 miliar).
  7. Bank Muamalat Indonesia : US$25,45 juta (Rp400,6 miliar).
  8. Bank CIMB Niaga Tbk : US$25,33 juta (Rp398,9 miliar)
  9. Bank Maybank Indonesia Tbk : US$25,16 juta (Rp396,1 miliar)
  10. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah : US$24,20 juta (Rp 381 miliar)
  11. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk : US$23,80 juta (Rp374,8 miliar)
  12. Bank of China (Hong Kong) Limited : US$21,77 juta (Rp342,7 miliar)
  13. Bank KEB Hana Indonesia US$21,53 juta (Rp338,9 miliar)
  14. Taipei Fubon Commercial Bank Co., Ltd. : US$20 juta (Rp314,8 miliar)
  15. Woori Bank Singapore Branch : US$19,87 juta (Rp312,8 miliar)
  16. Standard Chartered Bank US$19,57 juta (Rp308 miliar)
  17. Bank DBS Indonesia US$18,23 juta (Rp287,1 miliar)
  18. Bank Permata Tbk : US$16,70 juta (Rp263 miliar)
  19. Bank China Construction Indonesia Tbk : US$14,91 juta (Rp234,7 miliar)
  20. Bank DKI : US$9,13 juta (Rp143,7 miliar)
  21. Bank Emirates NBD : US$9,01 juta (Rp141,9 miliar)
  22. ICICI Bank Ltd., Singapore Branch : US$6,96 juta (Rp109,7 miliar)
  23. PT Bank CTBC Indonesia : US$6,95 juta (Rp109,4 miliar)
  24. Deutsche Bank AG : US$6,82 juta (Rp107,3 miliar)
  25. Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk : US$4,97 juta (Rp 78,26 miliar)
  26. Bank Danamon Indonesia Tbk : US$4.519.559
  27. PT Bank SBI Indonesia : US$4,38 juta (Rp68,99 miliar)
  28. MUFG Bank, Ltd. : US$23,77 juta (Rp374,4 miliar)

Ada pula utang obligasi sebesar US$375 juta atau setara Rp5,96 triliun, serta utang ke pemegang saham sebesar US$7,13 juta.

SIMAK JUGA: Apes Dah, Kemana dan Bagaimana Sih Ya Cara Mengurus Saham yang Kena Delisting?

* Kuy cerdas investasi dan trading dengan artikel edukatif EduFulus.com lainnya di Google News. Dus, jika ada yang tertarik menjalin kerjasama dengan EduFulus.com, silakan hubungi tim di WA (0812 8027 7190) atau email: edufulus@gmail.com.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*