11 Istilah Dasar dalam Analisis Teknikal yang Wajib Diketahui Para Trader Saham dan Kripto

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (EdiFulus/GWK)
Jangan Lupa Bagikan!

The Path To Financial Freedom, EduFulus.com – Dalam analisis teknikal, entah itu untuk saham atau kripto, ada banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi pasar dan pergerakan harga suatu aset.

Pemahaman yang baik mengenai istilah-istilah ini sangat penting bagi para investor atau trader untuk dapat membuat keputusan yang tepat dalam aktivitas investasi mereka.

SIMAK JUGA: Kenali Sinyal Palsu Pola Double Bottom dalam Trading Saham dan Kripto

Berikut adalah penjelasan komprehensif 11 istilah yang sering digunakan dalam analisa teknikal.

1. Bullish

Bullish merujuk pada kondisi pasar di mana harga suatu aset, seperti saham atau komoditas, berada dalam tren naik. Kondisi ini menggambarkan adanya optimisme atau keyakinan di antara para investor bahwa harga suatu aset akan terus mengalami kenaikan. Biasanya, istilah ini digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga dalam periode yang relatif panjang, meskipun tren naik juga bisa terjadi dalam waktu yang lebih singkat.

Fenomena bullish ini sering kali disebabkan oleh faktor fundamental yang mendukung suatu aset, seperti kinerja perusahaan yang baik, pertumbuhan ekonomi yang kuat, atau kebijakan moneter yang menguntungkan. Misalnya, ketika sebuah perusahaan mengumumkan laporan keuangan yang lebih baik dari perkiraan pasar, investor akan merasa lebih percaya diri dan membeli saham perusahaan tersebut, yang akhirnya mendorong harga saham tersebut naik.

Bullish juga bisa dilihat dalam konteks analisa teknikal melalui pola chart tertentu, seperti pola “double bottom” atau “head and shoulders” yang menunjukkan kemungkinan pergerakan harga akan naik. Para trader sering kali memanfaatkan sinyal-sinyal bullish ini untuk melakukan pembelian dan mengambil keuntungan dari kenaikan harga.

2. Bearish

Sebaliknya, bearish adalah kondisi pasar yang menggambarkan penurunan harga suatu aset. Dalam pasar bearish, para investor merasa pesimis dan cenderung menjual aset mereka, yang menyebabkan harga turun. Kondisi bearish ini bisa terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang dan sering kali terkait dengan faktor-faktor negatif, seperti penurunan laba perusahaan, krisis ekonomi, atau kebijakan pemerintah yang tidak mendukung pasar.

Sama seperti bullish, pola-pola chart teknikal juga dapat menunjukkan adanya kondisi bearish. Misalnya, pola “double top” atau “head and shoulders” sering digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan pembalikan tren dari naik menjadi turun. Dalam pasar bearish, para investor atau trader yang sudah membeli pada harga tinggi akan merasa terpaksa untuk menjual aset mereka agar dapat meminimalisir kerugian, yang justru memperburuk penurunan harga.

Dalam analisis teknikal, ada berbagai indikator yang bisa membantu mengidentifikasi pasar bearish, salah satunya adalah moving averages, di mana perpotongan garis moving average jangka pendek dengan moving average jangka panjang bisa menandakan perubahan dari tren naik menjadi tren turun.

3. Rebound

Rebound mengacu pada fenomena di mana harga saham atau aset yang telah turun cukup signifikan mulai kembali naik setelah periode penurunan tersebut. Rebound sering dianggap sebagai koreksi sementara dalam sebuah tren turun. Dalam banyak kasus, rebound ini terjadi karena harga telah turun ke level yang dianggap terlalu rendah oleh investor, sehingga mereka mulai membeli kembali aset tersebut, mendorong harga naik.

Rebound sering kali terjadi setelah pasar mengalami penurunan yang tajam dan pasar mencapai level support yang kuat. Dalam analisis teknikal, level support ini merupakan titik harga di mana banyak pembeli tertarik untuk membeli, karena harga dianggap undervalued atau murah.

Meskipun rebound bisa memberikan peluang keuntungan jangka pendek bagi trader, penting untuk diingat bahwa rebound belum tentu mengindikasikan perubahan tren yang lebih besar. Kadang-kadang, rebound bisa bersifat sementara dan pasar bisa melanjutkan tren turun setelahnya.

Rebound juga bisa dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti perubahan kebijakan pemerintah, berita ekonomi, atau pengumuman perusahaan yang dapat mempengaruhi sentimen pasar secara keseluruhan. Oleh karena itu, para trader perlu berhati-hati dalam memanfaatkan rebound, karena harga bisa saja kembali turun setelah periode sementara tersebut.

4. Reversal

Reversal merujuk pada perubahan arah tren harga suatu aset. Sebuah reversal dapat terjadi setelah harga mengikuti tren naik (bullish) yang lama, kemudian berbalik turun (bearish), atau setelah harga berada dalam tren turun (bearish), dan kemudian berbalik naik (bullish).

Reversal sering dianggap sebagai sinyal yang sangat penting dalam analisa teknikal, karena menandakan bahwa pasar telah mengalami perubahan signifikan dalam arah pergerakan harga.

Proses terjadinya reversal dapat dilihat melalui pola-pola chart tertentu, seperti pola “double bottom” atau “double top”, serta indikator teknikal seperti moving averages atau MACD (Moving Average Convergence Divergence).

Reversal yang teridentifikasi dengan baik dapat memberikan peluang untuk mengambil posisi yang menguntungkan, baik dalam posisi beli (long) saat reversal terjadi dari tren turun menjadi naik, atau posisi jual (short) ketika reversal mengarah dari tren naik menjadi turun.

Namun, tidak semua reversal dapat diprediksi dengan akurat, dan sering kali memerlukan konfirmasi tambahan melalui indikator teknikal atau volume perdagangan. Para trader biasanya mencari tanda-tanda konfirmasi agar tidak terjebak dalam reversal palsu, yang dapat menyebabkan kerugian jika pasar tidak benar-benar berbalik arah.

5. Tren Naik (Uptrend)

Tren naik atau uptrend menggambarkan kondisi pasar di mana harga suatu aset bergerak naik secara berkelanjutan. Dalam tren naik, harga akan membentuk serangkaian puncak dan lembah yang lebih tinggi, yang menunjukkan bahwa pasar sedang dalam fase ekspansi dan ada lebih banyak pembeli daripada penjual.

Tren naik sering kali menjadi periode yang menguntungkan bagi para trader atau investor yang membeli aset di awal fase tren.

Dalam analisa teknikal, uptrend dapat diidentifikasi melalui garis tren yang menghubungkan titik-titik rendah (support) yang lebih tinggi. Selain itu, indikator teknikal seperti moving averages juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya uptrend.

Misalnya, harga yang tetap berada di atas moving average jangka panjang atau perpotongan moving average jangka pendek dengan jangka panjang yang mengarah ke atas dapat menunjukkan tren naik.

Penting untuk diingat bahwa meskipun tren naik memberikan peluang untuk keuntungan, pasar tidak selalu bergerak naik tanpa henti. Koreksi harga atau retracement bisa terjadi dalam tren naik, di mana harga sementara waktu bergerak turun sebelum melanjutkan pergerakan naik.

Oleh karena itu, trader perlu tetap waspada terhadap perubahan pasar yang dapat mempengaruhi kelanjutan dari tren naik.

6. Tren Turun (Downtrend)

Tren turun atau downtrend adalah kondisi pasar di mana harga suatu aset terus menurun. Dalam tren turun, harga membentuk serangkaian puncak dan lembah yang lebih rendah, yang menunjukkan bahwa pasar sedang dalam fase kontraksi, di mana ada lebih banyak penjual daripada pembeli.

Biasanya, tren turun terjadi sebagai respons terhadap faktor-faktor negatif seperti penurunan laba perusahaan, krisis ekonomi, atau ketidakpastian pasar yang tinggi.

SIMAK JUGA: Tahukah Kamu? Kalau Pola Bullish Symmetrical Triangle Itu Penting untuk Para Trader

Tren turun dapat diidentifikasi melalui analisa teknikal dengan menggunakan garis tren yang menghubungkan titik-titik tinggi (resistance) yang semakin rendah. Selain itu, indikator teknikal seperti moving averages juga bisa mengkonfirmasi adanya tren turun, di mana harga sering kali bergerak di bawah moving average jangka panjang, atau perpotongan moving average jangka pendek dengan jangka panjang yang mengarah ke bawah.

Meskipun dalam tren turun, harga cenderung bergerak turun, namun retracement atau koreksi harga sementara bisa terjadi, di mana harga mengalami kenaikan dalam jangka pendek sebelum melanjutkan penurunan. Oleh karena itu, penting untuk berhati-hati dalam menghadapi tren turun, karena pergerakan harga bisa lebih volatile dan tidak selalu linear.

7. Bullish Mood

Bullish mood mengacu pada kondisi pasar yang menunjukkan optimisme yang tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama. Dalam periode bullish mood, para investor merasa sangat yakin dengan prospek suatu aset atau pasar, yang membuat mereka terus membeli dan mendorong harga naik.

Biasanya, bullish mood terjadi setelah serangkaian data positif atau pengumuman yang mendukung perekonomian atau sektor tertentu.

Selama bullish mood, sentimen pasar sangat positif, dan banyak trader cenderung memasuki pasar untuk mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga. Kondisi ini sering kali berlangsung cukup lama, dan para investor berusaha untuk membeli pada setiap penurunan harga yang terjadi (buy the dip), karena mereka yakin bahwa harga akan terus naik.

Namun, meskipun bullish mood dapat memberikan keuntungan bagi mereka yang terlibat di dalamnya, kondisi ini juga dapat menciptakan gelembung harga. Jika harga sudah terlalu tinggi tanpa didukung oleh faktor fundamental yang kuat, maka pasar bisa terjebak dalam kondisi overvalued, yang berpotensi menyebabkan koreksi harga yang tajam.

8. Bearish Mood

Sebaliknya, bearish mood menggambarkan kondisi pasar yang pesimis dalam jangka waktu yang lebih panjang. Dalam periode bearish mood, para investor merasa cemas atau khawatir terhadap masa depan pasar, yang menyebabkan mereka menjual aset dan menyebabkan harga turun.

Bearish mood biasanya terjadi setelah terjadinya krisis atau ketika faktor fundamental menunjukkan ketidakstabilan, seperti penurunan laba perusahaan atau penurunan ekonomi yang signifikan.

Selama bearish mood, sentimen pasar sangat negatif, dan para investor lebih cenderung untuk keluar dari pasar dan menghindari risiko. Kondisi ini dapat berlangsung cukup lama, dan banyak trader yang memilih untuk melakukan short selling atau menjual aset yang mereka pegang.

Namun, seperti halnya dalam bullish mood, pasar tidak selalu berada dalam kondisi bearish sepanjang waktu. Koreksi pasar atau rebound sementara dapat terjadi sebelum pasar melanjutkan tren turun, dan para trader perlu memperhatikan potensi perubahan sentimen yang bisa mengubah arah pasar.

9. Overbought

Overbought adalah kondisi di mana pasar atau suatu aset mengalami pembelian berlebihan, sehingga harga telah naik terlalu tinggi dan mungkin sudah berada di atas nilai wajar. Dalam kondisi overbought, permintaan untuk membeli aset jauh lebih besar daripada penawaran untuk menjualnya, yang menciptakan tekanan harga yang sangat tinggi.

Namun, setelah mencapai kondisi ini, harga bisa mengalami koreksi atau penurunan karena kelebihan pembelian.

Indikator teknikal seperti RSI (Relative Strength Index) sering digunakan untuk mengidentifikasi kondisi overbought. Jika RSI menunjukkan nilai di atas 70, maka pasar atau aset tersebut dianggap overbought dan mungkin akan segera mengalami koreksi harga. Biasanya, investor yang sudah terjebak dalam harga tinggi akan menjual aset mereka, menyebabkan harga turun.

Meski demikian, kondisi overbought tidak selalu menjamin harga akan segera turun. Beberapa aset atau pasar bisa tetap dalam kondisi overbought untuk waktu yang lama jika sentimen pasar sangat kuat dan tidak ada faktor penghalang yang signifikan.

10. Oversold

Sebaliknya, oversold menggambarkan kondisi di mana pasar atau suatu aset mengalami tekanan jual yang berlebihan, menyebabkan harga turun terlalu rendah dan kemungkinan besar sudah berada di bawah nilai wajar.

Dalam kondisi oversold, ada lebih banyak penjual daripada pembeli, yang menciptakan tekanan harga turun yang berlebihan. Kondisi ini sering kali diikuti oleh potensi rebound atau kenaikan harga, karena investor mulai melihat harga tersebut terlalu murah.

RSI adalah indikator yang umum digunakan untuk mengidentifikasi kondisi oversold, dengan nilai RSI di bawah 30 yang menunjukkan kondisi ini. Ketika pasar berada dalam kondisi oversold, biasanya ada peluang bagi trader untuk membeli pada harga yang lebih rendah, berharap harga akan naik kembali.

Namun, seperti kondisi overbought, oversold juga tidak selalu menjamin harga akan segera berbalik naik. Beberapa aset bisa terus berada dalam kondisi oversold dalam waktu yang cukup lama, terutama jika ada faktor-faktor fundamental yang mendasari penurunan harga tersebut.

11. Relative Strength Index (RSI)

Relative Strength Index (RSI) adalah indikator momentum yang digunakan untuk mengukur kecepatan dan perubahan pergerakan harga suatu aset dalam rentang nilai antara 0 hingga 100. RSI digunakan untuk mengidentifikasi apakah suatu aset berada dalam kondisi overbought atau oversold.

Ketika RSI berada di atas 70, maka pasar dianggap overbought, dan ketika RSI berada di bawah 30, maka pasar dianggap oversold.

RSI sangat berguna bagi para trader dalam menentukan potensi pembalikan harga atau pembentukan tren baru. Namun, seperti indikator teknikal lainnya, RSI tidak bisa digunakan secara terpisah dan perlu dikombinasikan dengan analisa lain, seperti pola chart atau indikator lainnya, untuk memberikan sinyal yang lebih kuat.

RSI juga memiliki berbagai pengaturan yang bisa disesuaikan dengan preferensi trader, seperti periode waktu yang digunakan untuk menghitung RSI. Dengan memahami cara kerja RSI, trader dapat lebih percaya diri dalam mengambil keputusan apakah mereka akan membeli atau menjual suatu aset berdasarkan kondisi pasar yang ada.

SIMAK JUGA: Ternyata, Inilah Waktu Terbaik untuk Beli Saham, Ada 3 Strategi yang Wajib Kamu Tahu

* Kuy cerdas investasi dan trading dengan artikel edukatif EduFulus.com lainnya di Google News. Dus, jika ada yang tertarik menjalin kerjasama dengan EduFulus.com, silakan hubungi tim di WA (0812 8027 7190) atau email: edufulus@gmail.com.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*