Inflasi “Pencuri” Uang Kita di Tabungan

Inflasi
Ilustrasi inflasi (EduFulus/Ist)
Jangan Lupa Bagikan!

The Path To Financial Freedom – EduFulus.com – Inflasi yang fluktuatif tak menentu akan mengacaukan segalanya. Kalau inflasi tinggi, harga-harga naik dan uang pun nilainya merosot. Tulisan singkat ini maksudkan menjadi penanda elaborasi kontekstual dari gagasan penulis best seller Rich Dad Poor Dad Robert T. Kiyosaki soal inflasi.

Masyarakat Indonesia memang gemar menabung, meski banyak pakar dan konsultan finansial terus menggembar-gemborkan bahwa menabung itu sebenarnya banyak ruginya. Sampai-sampai tokoh sekaliber R.Buckminster Fuller berkata,”Kekayaan kita dicuri melalui uang kita. Mengapa menabung uang?” Fuller jelas tidak senang dengan yang namanya menabung.

Menabung di bank memang mendapatkan bunga. Namun apa daya, masyarakat kita tak banyak yang tahu, meski ada bunga tabungan, uang kita sebenarnya menyusut.. Banyak dari kita hanya sadar sebatas sadar di bibir kalau bunga untuk tabungan itu memang terlalu kecil.

SIMAK JUGA: Saham Kamu Kena Suspensi? Begini Cara Jualnya

Bagaimana pun inflasi adalah pencuri nilai uang kita. Inflasi lebih tinggi dari bunga tabungan. Inflasi menggerus nilai uang kita. Bunga tabungan terlalu kecil jika dibandingkan dengan inflasi. Uang kita secara nominal memang tidak berubah, tetapi nilai uang merosot seiring dengan pergantian waktu. Tak hanya merosot, kita sejatinya malah minus.

Harus disadari inflasi menjadi “perampok” nilai uang yang kita tabung. Ketika kita menabung, kekayaan kita sebenarnya dicuri oleh Sistem Cadangan Fraksional (Fractional Reserve System). Sistem ini menjadi cara “mencetak uang” yang menyebabkan penabung rugi. Uang diciptakan ketika dipinjam, bukan ketika ditabung.

Sistem tersebut tak hanya menyebabkan inflasi, tetapi juga mengurangi daya beli uang penabung (Robert T. Kiyosaki, Second Change, Untuk Uang, Hidup, dan Dunia Kita, Gramedia: 2016)

Selama ini pun kita terninabobokkan syair lagu lawas milik penyanyi kondang Titik Puspa yang berjudul “Menabung”. Syair lagu ini memang relevan pada zamannya agar orang gemar menabung, tetapi jelas “menipu” untuk zaman ini. Penulis tidak hendak menegasi budaya menabung. Budaya menabung itu harus terus digalakkan. Persoalannya adalah kini sudah saatnya budaya menabung itu bergeser ke model menabung dengan cara baru agar tidak rugi.

“Bing beng bang yok kita ke bank/Bang bing bung yok kita nabung/tang ting tung hey jangan dihitung tau tau nanti kita dapat untung”. Ending syair ini tidak mengenakkan: tau-tau dapat untung, tapi nyatanya: buntung. Lagu yang sempat dipopulerkan oleh Saskia dan Geofani ini relevan di zamannya, tetapi tidak hari ini. Oleh sebab itu, kalau perlu syair itu direkonstruksi secara baru dengan model menabung dengan cara baru.

SIMAK JUGA: Tip dan Jenis Investasi yang Paling Cocok Buat Wanita Karier dan Ibu Rumah Tangga yang Super Sibuk

Anak-anak pun tahu kalau menabung itu banyak potongannya dan ada biaya administrasi ini-itu serta bunga kecil yang sejatinya bakal tergerus inflasi. So, don’t let inflation eats your money!

Namun pertanyaannya kini: kenapa masyarakat kita terlalu nyaman dengan budaya menabung? Kenyamanan ini dibuktikan dengan tingkat inklusi jasa perbankan yang kini mencapai 63,63 persen, sedangkan pasar modal baru di angka 1,25 persen. Orang masih nyaman dengan tabungan dan produk peranakan perbankan.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*