The Path To Financial Freedom, EduFulus.com – 2024 tiba. Sejumlah investor di pasar modal, baik yang terlibat secara aktif maupun pasif, pasti mengalami perasaan bahwa waktu berlalu begitu cepat. Bagi para investor aktif, pengalaman lonjakan emosi yang bergejolak akibat fluktuasi indeks harga saham sepanjang tahun pasti telah dirasakan.
Jika kita melihat kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak Januari hingga awal Desember 2023, terlihat tren kenaikan, meskipun tidak sangat signifikan. Pada tanggal 30 Desember 2022, IHSG tercatat berada di posisi 6.850,62 dan pada tanggal 6 Desember lalu, mencapai level 7.087,40. Artinya, terjadi kenaikan sebanyak 236,78 poin atau sekitar 3,46%.
Secara historis, IHSG cenderung ditutup menguat di akhir tahun, kecuali ada faktor eksternal negatif seperti isu ekonomi, politik, stabilitas, dan keamanan.
SIMAK JUGA: Tip, Kapan dan Cara Melakukan Rebalancing Portofolio
Bagi investor aktif yang masuk di pertengahan tahun, mungkin mengalami potensi kerugian atau bahkan merealisasikan kerugian potensial. Sebagai contoh, jika mereka membeli saham ketika IHSG di atas 7.000, seperti pada 22 September saat IHSG mencapai 7.016, dan menjualnya saat IHSG turun menjadi 6.642,42 pada 1 November 2023, ini menunjukkan dinamika investasi saham yang memerlukan kekuatan mental, perhitungan matang, dan antisipasi risiko, terutama bagi investor aktif yang bermain jangka pendek.
Di awal tabun ini penting untuk mengevaluasi hasil investasi guna menentukan langkah selanjutnya. Apakah akan mempertahankan komposisi saham dan efek lainnya hingga akhir tahun atau melakukan penjualan dan pembelian untuk menyesuaikan dengan target awal tahun.
Evaluasi dapat dilakukan secara sederhana dengan membandingkan modal investasi awal tahun dengan nilai saham pada akhir tahun. Dengan memperhitungkan pertumbuhan saat ini, dapat dilihat seberapa besar keuntungan yang telah diperoleh (capital gain potensial).
Jika keuntungan tersebut sudah sesuai atau melebihi target awal tahun, bisa dipertahankan atau diambil keuntungannya dan dialokasikan ke instrumen lain dengan fluktuasi risiko yang lebih rendah.
Sebaliknya, jika keuntungan belum memenuhi harapan, dapat diidentifikasi saham-saham yang perlu dijual dan ditukar dengan saham lain yang diantisipasi dapat memberikan return lebih tinggi hingga akhir tahun atau dalam beberapa hari mendatang.
SIMAK JUGA: 10 Aplikasi Trading Saham Terbaik, Sudah Coba Salah Satunya?
Evaluasi portofolio saham juga dapat dilakukan dengan mengukurnya berdasarkan kinerja yang mempertimbangkan risiko dan imbal hasil. Investor yang rasional akan memilih portofolio yang efisien, yakni portofolio yang memberikan ekspektasi return terbesar dengan tingkat risiko yang dapat diantisipasi, atau portofolio yang mengandung risiko terkecil dengan tingkat return tertentu.
Portofolio dikatakan efisien jika terletak di efficient set atau efficient frontier.
Penting untuk diingat bahwa portofolio yang optimal dipilih oleh investor berdasarkan kepuasan risiko dan return. Portofolio optimal adalah hasil dari investasi pada aset berisiko yang mencakup diversifikasi pada berbagai instrumen investasi untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan return.
Mengacu pada teori pasar modal, terdapat tiga teori yang umum digunakan untuk mengukur kinerja portofolio dengan mempertimbangkan return dan risiko: teori Sharpe, Treynor, dan Jensen. Ketiganya memberikan dasar untuk membandingkan kinerja portofolio dengan mencari excess return, yaitu selisih antara return portofolio dan tingkat risikonya.
Meskipun pengukuran menggunakan ketiga teori ini mungkin kompleks bagi orang awam, pemahaman pada tiga hal tersebut dapat membantu investor memahami hasil evaluasi kinerja. Informasi ini biasanya disediakan oleh analis di perusahaan sekuritas tempat investor membuka rekening saham atau dari sumber informasi lainnya. Sudahkan melakukan evaluasi portofolio kamu?
SIMAK JUGA: 4 Tip Mudah Mereview Portofolio Saham Biar Hasilnya Benar-benar Maksimal
Leave a Reply